Langue dan Parole


Langue dan Parole
Gagasan Saussure tentang fakta sosial, langue, dan parole, menjadi pilar-pilar konsepnya mengenai
struktur gagasan yang amat kontroversial. Para bahasawan tertarik berkomentar. Pendekatan Saussure
kembali mengemuka ketika dihadapkan pada pandangan Noam Chomsky. Pandangan Chomsky (1964)
yang amat berpengaruh adalah yang membedakan kompetence dari performance. Pembedaan tersebut
tampak ada kemiripan dengan pembedaan langue dan parole oleh Saussure. Bahkan, Chomsky sendiri
menyamakan konsep linguistic competence yang diperkenalkannya dengan konsep langue. Namun,
sesungguhnya kedua konsep tersebut berbeda.
Konsep langue dan parole menyisakan masalah besar dalam sintaksis. Meskipun tidak disebut dalam
bukunya, unit-unit (abstrak) yang bermakna sepeti morfem dapat dimasukkan ke dalam langue, masuk
dalam sistem, disediakan untuk dipakai dengan jumlah terbatas. Morfem disediakan dalam langue dan
dapat digunakan untuk membedakan suatu morfem dengan morfem yang lain. Sintaksis juga unit abstrak
bermakna. Kita perlu membedakan dan memilih sintaksis satu dari sintaksis yang lain ketika hendak
berkomunikasi. Bedanya dari morfem adalah bahwa jumlah struktur kalimat – sintaksis – tidak terbatas
dan bisa terus bertambah. Jika demikian, sintaksis tidak masuk dalam langue, melainkan dalam parole.
1. Langue
Langue mengacu pada sistem bahasa yang abstrak. Sistem ini mendasari semua ujaran dari setiap
individu. Langue bukanlah suatu ujaran yang terdengar, tulisan yang terbaca, melainkan suatu sistem
peraturan yang umum dan mendasari semua ujaran nyata. Langue adalah totalitas dari sekumpulan fakta
bahasa yang disimpulkan dari ingatan pemakai bahasa dan merupakan gudang kebahasaan yang ada
dalam otak setiap individu.
Saussure mengatakan bahwa langue merupakan keseluruhan kebiasaan (kata) yang diperoleh secara pasif
yang diajarkan dalam masyarakat bahasa dan memungkinkan para penutur saling memahami dan
menghasilkan unsur-unsur yang dipahami penutur dan masyarakat. Langue adalah pengetahuan dan
kemampuan berbahasa yang bersifat kolektif dan dihayati bersama oleh semua warga masyarakat.
Langue bersenyawa dengan kehidupan masyarakat secara alami. Eksistensi langue memungkinkan
adanya parole, seperti yang kita ketahui bahwa parole adalah wicara aktual, cara pembicara
menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dirinya. Jadi, masyarakat merupakan pihak pelestari
langue.
Dalam langue terdapat batas-batas negatif (misalnya, tunduk pada kaidah-kaidah bahasa, solidaritas,
asosiatif dan sintagmatif) terhadap apa yang harus dikatakannya apabila seseorang mempergunakan suatu
bahasa secara gramatikal. Langue merupakan sejenis kode, suatu aljabar atau sistem nilai yang murni.
Langue adalah perangkat konvensi yang kita terima, siap pakai, dari penutur-penurut terdahulu. Langue
telah dan dapat diteliti; langue juga bersifat konkret karena merupakan perangkat tanda bahasa yang
disepakati secara kolektif. Tanda bahasa tersebut dapat menjadi lambang tulisan yang konvensional.
Langue tidak bisa dipisahkan antara bunyi dan gerak mulut. Langue juga dapat berupa lambang-lambang
bahasa konkret; tulisan-tulisan yang terindera dan teraba (terutama bagi tuna runggu). Langue adalah
suatu sistem tanda yang mengungkapkan gagasan. Contoh: Pergi! Dalam kata ini, gagasan kita adalah
ingin mengusir, menyuruh, Nah, kata pergi! dapat juga kita ungkapkan kepada tuna runggu dengan abjad
tuna runggu, atau dengan simbol atau dengan tanda-tanda militer.
Langue seperti permainan catur, apabila buah caturnya dikurangi akan berubah dan bahkan permainan
akan kacau, demikian halnya dalam langue. Jika struktur (sistem) kita ubah, maka akan kacau balau juga.
Misalnya: saya makan nasi, jika kalimat ini diubah menjadi: nasi makan saya, kelihatannya kalimat
tersebut, janggal. Atau dalam bahasa Latin: laudate (terpujilah), tentu jika kita mengubahnya tidak sesuai
dengan aturan main dalam bahasa Latin, akan kacau balau. Langue tidak tergantung pada aksara.
Misalnya, kata: tōten, fuolen dan stōzen; kata-kata ini di kemudian hari berubah menjadi tölen, füolen
dan stōzen. Perubahan itu dari mana? Nah, langue tidak mau tahu dengan perubahan itu, yang penting
apa yang telah dipakai secara konvensional, ya itulah langue.
Langue perlu agar parole dapat saling dipahami; dan parole perlu agar langue terbentuk. Dengan kata
lain, secara historis, fakta parole selalu mendahului langue. Bunyi kata: “pergi!” adalah parole, tetapi ia
juga termasuk langue karena sistem tanda ada di sana dan maknanya pun ada. Langue hadir secara utuh
dalam bentuk sejumlah guratan yang tersimpan di dalam setiap otak; kira-kira seperti kamus yang
eksemplarnya identik (fotocopy), yang akan terbagi di kalangan individu. Jadi, langue adalah sesuatu
yang ada pada setiap individu.
Langue bersifat kolektif: bersifat homogen, bahasan konvensional. Rumusnya: 1 + 1 + 1 + 1....= 1.
Artinya, kata yang diucapkan oleh individu, diucapkan secara sama oleh orang banyak, begitu juga
dengan maknanya, semua masyarakat bahasa tahu. Menurut Alwasilah (1983), langue adalah tata bahasa
+ kosakata + sistem pengucapan. Langue bersifat stabil dan sistematis.
Terbentuknya langue juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, misalnya: penjajahan (bahasa Penjajah
mempengaruhi bahasa yang dijajah). Lebih jauh Saussure berpendapat bahwa langue diterima dengan
pasif, tanpa memperkarakan dari mana langue tersebut berasal. Misalnya, kata “pinjam”: kita tidak perlu
mengetahui dari mana kata ini berkembang dan kita tidak perlu tahu dari bangsa (suku) mana asalnya.
Kata “pinjam” ini diketahui oleh semua masyarakat bahasa.
Walaupun kita tidak tahu dari mana asalnya, toh tidak menghambat kita untuk mempelajarinya. Harus
diingat bahwa langue berubah, tetapi para penutur tidak mungkin mengubahnya; atau langue tertutup
bagi interferensi, tetapi terbuka bagi perkembangan. Tanda-tanda yang membentuk langue bukan benda
abstraksi, melainkan benda konkret. Contoh: pohon (yang konkret, ada batangnya, bisa kita lihat) dan
“pohon” yang lain adalah bahasa yang terbentuk yang kita ucapkan, kita artikulasikan. Wujud bahasa
hanya ada karena ada kerjasama antara penanda dan petanda. Dalam langue, sebuah konsep adalah
kualitas dari substansi bunyi seperti suara tertentu merupakan kualitas dari konsep. Maka, konsep rumah,
putih, melihat, merupakan bagian dari psikologi. Konsep itu hanya menjadi wujud bahasa jika
diasosiasikan dengan gambar akustik (bisa dalam bentuk tulisan juga dalam bentuk bunyi).
2. Parole
Parole adalah bahasa tuturan, bahasa sehari-hari. Intinya, parole adalah keseluruhan dari apa yang
diajarkan orang, termasuk konstruksi-konstruksi individu yang muncul dari pilihan penutur dan
pengucapan-pengucapan yang diperlukan untuk menghasilkan konstruksi-konstruksi ini berdasarkan
pilihan bebas juga. Parole adalah perwujudan langue pada individu. Parole merupakan manifestasi
individu dari bahasa. Bahasa parole misalnya, gue kan ga suka cara kayak gitu, loo emangnya siape?, dst.
Jadi, parole adalah dialek. Parole bukan fakta sosial karena seluruhnya merupakan hasil individu yang
sadar, termasuk kata apapun yang diucapkan oleh penutur; ia juga bersifat heterogen dan tak dapat
diteliti. Dalam parole harus dibedakan unsur-unsur berikut.
Pertama, kombinasi-kombinasi kode bahasa (tanda baca) yang dipergunakan penutur untuk
mengungkapkan gagasan pribadinya. Misalnya, perang, kataku, perang! Kalimat ini jika diucapkan oleh
orang yang sama pun, kata Saussure, ia menyampaikan dua hal yang berbeda pada pelafalan (kata perang
pertama dilafalkan secara berbeda dengan kata perang kedua).
Kedua, mekanisme psikis-fisik yang memungkinkan seseorang mengungkapkan kombinasi-kombinasi
tersebut. Parolelah yang membuat langue berubah: kesan-kesan yang kita tangkap pada saat kita
mendengar orang lainlah yang mengubah kebiasaan bahasa kita. Jadi, antara langue dan parole saling
terkait; langue sekaligus alat dan produk parole. Bersifat individu: semua perwujudannya bersifat sesaat
dan heterogen dan merupakan perilaku pribadi. Parole dapat dirumuskan: (1’ + 1’’ + 1’’’ + 1’’’’.....).
artinya, kata yang sama pun akan dilafalkan secara berbeda, baik orang yang sama maupun oleh banyak
orang.

Mengenai Saya

Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Indonesia
1. M.Nazmi Fadhilah (a1b112005) 2. Zahratun Nisa (a1b112026) 3. Nor Anita (a1b112017) 4. Annisa (a1b112084) 5. Iin Yulia (a1b112075) 6. Andri Yannor (a1b112060) 7. Ida (a1b112087) 8. Putih Melati (a1b112083) 9. Tri Kardina (a1b112038) 10.Kholil Anwar (a1b112061) 11.Andika b.s (a1b112063) 12.Jami"Aturrasydah (a1b112052) 13.Nur Ayu Lestari (a1b112031) 14.Suhuria (a1b112069) 15.Rizqa Rakhma Dianti(a1b112060)
Diberdayakan oleh Blogger.